RSS

Rambut Dewa Brahma…… ( 2 )

Rambut Dewa Brahma…… ( 2 )
Mitologi Hindu Tentang Tumbuh-tumbuhan
(Sambungan WHD No. 431)
2. Pohon Kapuk
    Nama Latin         :   Bombax malabaricum Salmalia malaharica
    Nama Inggris      :   Red Silk Cotton Tree
    Nama India         :   - Bengali   :  Shimul
       - Gujarat          :  Raktashimul, Ratoshemalo, Sawar
    - Hindi                :  Semul, Raktashimul
    - Marathi            :  Sayar
    - Malayalam       :  Ilavu
    - Sanskrit           :  Yamadruma, Shalmali
    - Telugu             :  Buraga, Salmali
    - Tamil               :  Ilavam, Pulai
     Rumpun            :   Bombacaceae
Nama Bombax berasal dari kata Bombux yang dalam bahasa Yunani berarti ulat sutra. Malabaricum menandakan bahwa pohon tersebut berasal dari Malabar. Salmalia adalah istilah latin yang terbentuk dari bahasa Sanskerta Shalmali.

Disebutkan bahwa Pitamaha, Sang Pencipta Alam Semesta, beristirahat di bawah pohon Kapuk setelah pekerjaannya selesai. Bunganya yang berbentuk seperti mangkuk dikeramatkan bagi Dewa Siwa. Ketika pohon tersebut dipenuhi bunga, ia diperumpamakan sebagai Dewi Lakshmi, Dewi Keberuntungan yang berdiri dengan kedua tangan yang direntangkan dan sebuah lampu minyak menyala terdapat pada masing-masing telapak tangannya.

Nama pohon ini dalam bahasa Sanskerta adalah Yamadruma yang artinya pohon yang tumbuh di neraka, karena meskipun rupanya menarik oleh bunga-bunganya, buahnya tidak dapat dimakan. Disamping itu, menurut Kitab Mahabharata, durinya digunakan sebagai alat penyiksa pada salah satu dari tujuh neraka jahanam.

Pohon ini menarik perhatian sebagian besar burung-burung dari seluruh pohon yang terdapat di India.
Mengapa Pohon Kapuk Berduri (Sebuah Legenda dan Suku Oriya)
Raja tanah Judagarh memiliki dua orang isteri. Namun beliau tidak berputra. Sang Raja amat mencintai kedua isterinya dan tidak ingin menikah lagi, akan tetapi ia harus memiliki seorang pewaris tahta kerajaan. Ia mengumumkan sayembara bahwa siapapun yang dapat menyembuhkan kedua isterinya dari kemandulan akan diberikan separuh tanah negeri tersebut sebagai hadiah.

Di tanah Kanguda Dongar yang bertetangga dengan negeri Judagarh, hiduplah seorang yang bernama Kaliya Dano. Ia dikenal sebagai orang suci namun sebenarnya ia adalah siluman pemakan manusia. Kaliya Dano mengabarkan kepada Raja Judagarh bahwa ia dapat menyembuhkan kedua isterinya. Maka dikirimlah kedua isterinya untuk menjalani perawatan.
Kaliya Dano menyantap mereka. Bulan demi bulan berlalu. Pesan demi pesan telah dikirim kepada Kaliya Dano tentang kedua permaisuri, tetapi Kaliya Dano berpura-pura sedang mengadakan meditasi dan tidak mengirim balasan. Akhirnya Raja Judagarh membawa beberapa pengawalnya pergi ke Kanguda Dongar untuk menjemput kedua isterinya.

Kaliya Dano mengetahui bahwa Sang Raja menuju ke negerinya. Raja memasuki pondoknya dan menemukan tempat itu telah kosong. Ia memerintahkan para pengawalnya untuk mencari dan ketika ia menemukan tulang belulang dan sebuah cincin salah seorang isterinya, ia menjadi sadar tentang apa yang telah terjadi. Dengan penuh kemarahan Ia berlari ke hutan untuk membunuh Kaliya Dano.
Tetapi siluman itu dalam ke putus-asaannya telah memanjat sebuah pohon yang tinggi. Dan saat Ia memanjat, Ia mencabuti semua giginya yang tajam itu kemudian menancapkan pada batang pohon tersebut sehingga tak seorangpun dapat memanjat untuk menghampirinya. Sang Raja dan para pengawalnya mencoba untuk mencabut gigi-gigi itu tetapi mereka tak berhasil karena tertancap terlalu dalam Sang Raja tidak dapat memanjat ke atas pohon dan siluman itu pun tidak bisa turun. Disanalah ia bertengger sampai hari ini.

Mengapa Pohon Kapuk Menggugurkan Daunnya
Di tengah-tengah gunung Himalaya, tumbuhlah sebuah pohon Kapuk yang besar dan selalu berdaun hijau. Ia selalu dipuji oleh para pengunjung karena mereka dapat beristirahat di kerindangan daunnya sepanjang tahun.

Pada suatu hari Pendeta Narada, Sang Penasihat yang sangat gemar membingungkan dan mengadu domba antara mahluk fana dengan para Dewa berhenti pada pohon tersebut.
“Wahai pohon Kapuk yang perkasa”, katanya kagum, “Bagaimana mungkin Engkau tidak pernah kehilangan sehelai daun-pun? Apakah Pawana, Sang Dewa Angin, bersahabat denganmu sehingga Kau kebal oleh terpaannya?”

Pohon Kapuk itu menjadi angkuh dalam kemegahannya. “Aku tidak memerlukan perlindungan Dewa Pawana ataupun persahabatan. Kenyataan bahwa ia telah berulang kali melukaiku namun kekuatanku lebih besar daripadanya.”
Narada sangat senang memperoleh kesempatan ini untuk menciptakan lebih banyak masalah. Ia segera bertolak ke Swargaloka dimana Dewa Pawana tinggal dan menundukkan kepalanya berpura-pura sedih.


“Tuanku”, katanya sedih, “Indra, Sang Dewa Hujan, Yama, Dewa Kematian, Kuwera, Dewa Kemakmuran, Dewa Baruna di lautan, seluruh dewa ini mengetahui bahwa Anda lebih kuat daripada mereka. Mengapa kemudian sebatang pohon Kapuk menyepelekan kekuatan Paduka? Pawana menjadi sangat marah. Ia menuju Gunung Himalaya dan segera menghampiri pohon Kapuk yang berdiri dengan daunnya yang menghijau dan angkuh.

“Hai pohon Kapuk!”, seru Dewa Pawana, “Aku mengecualikan Engkau berabad-abad lamanya karena kakekku Dewa Brahma, Sang Pencipta, pernah beristirahat pada bayanganmu. Tetapi kini Engkau berani menghina Aku. Aku akan pastikan Kau punah untuk selama-lamanya. Pohon itu menjawab dengan kemarahan yang sama, “Lakukan sesukamu”, Dewa Pawana. Aku tidak takut akan amarahmu”.

Malampun tiba. Pohon kapuk merenung dan menyadari bahwa kesombongannya adalah sebuah kesalahan. Ia memutuskan untuk menghukum dirinya sendiri. Ia menggugurkan daun-daunnya serta sebagian besar cabang-cabangnya. Kemudian menunggu kedatangan Dewa Pawana.
Tidak lama kemudian, Dewa Pawana tiba. Ia membawa bala tentara bersamanya. Hujan, hujan es dan salju, hujan batu es, salju, guntur, dan halilintar. Setiap prajurit siap melangkah maju untuk berperang dengan amarah yang hebat.

Kemudian Sang Dewa Angin berhenti sejenak. Ia melihat pohon itu menunggu dengan penuh penyesalan, menanggalkan kemegahannya dengan kepala tertunduk. Amarahnya menjadi reda. “Aku telah datang untuk menjatuhkan hukuman berat kepadamu”, katanya. “Namun kini engkau telah menyadari kesalahanmu, maka Aku tidak marah lagi kepadamu.” Setelah itu Dewa Pawana kembali ke Swargaloka.

Pohon Kapuk kembali menumbuhkan cabang-cabang dan daun-daunnya. Tetapi ia mengingat pelajaran ini. Maka setiap tahun ia menggugurkan daun-daunnya dengan kerelaan untuk mengingatkan dirinya sendiri agar tidak pernah bersifat angkuh lagi.

Siasat Sang Bhima (Mahabharata)
Sang Pandawa beserta isteri mereka Drupadi telah diasingkan ke hutan, Sepanjang hari kelima saudara itu bekerja mencari bahan makanan, mengumpulkan kayu bakar, dan membuka hutan. Malam harinya ketika mereka kembali dengan badan letih. Drupadi memijat mereka satu persatu untuk meringankan kelelahan mereka.

Suatu hari Bhima memutuskan untuk mempermainkan Drupadi. Ia menyelundupkan gelondongan kayu pohon kapuk yang tebal ke dalam kamarnya kemudian meletakkannya di tempat tidur dan ditutupi dengan selimut. Ia mengirim seseorang untuk memberitahu Drupadi bahwa Drupadi harus memijatnya terlebih dahulu karena ia demam. Pada saat itu ia bersembunyi di luar kamar dan mendengarkan dari jendela.
Dengan tidak merasa curiga Drupadi datang. Tanpa menyingkapkan selimutnya, Drupadi mulai memijat gelondongan kayu itu,

“Tubuhmu terasa sangat keras hari ini.” katanya. “Engkau pasti benar-benar merasa sakit dengan seluruh otot-otot yang kejang”.

Drupadi telah memijat gelondongan kayu itu selama setengah jam. “Apakah sudah cukup? Aku harus menyiapkan makanan”. ujarnya. Namun tidak ada jawaban. Drupadi melanjutkan memijat. Setengah jam kemudian ia bertanya lagi dengan lembut, “Engkau pasti sudah merasa lebih baik sekarang. Bolehkah saya berhenti? “Ketika tidak ada jawaban, ia menyingkapkan selimut itu dengan rasa cemas dan melihat sebuah gelondongan kayu.

“Ini adalah terakhir kalinya seseorang menyentuhmu dengan kasih sayang” serunya. “Mulai hari ini Kamu akan menumbuhkan duri,” Ia menerjang keluar kamar.

Bhima, yang mendengarkan dari luar menyadari bahwa ia lebih baik menjauhi Drupadi sementara waktu sampai Drupadi menyadari kelucuan dalam kejadian itu. Ia memanjat dari jendela dan mengambil gelondongan kayu itu, kemudian membawanya ke tanah terbuka dan menanamnya. Gelondongan kayu itu kemudian tumbuh menjadi sebatang pohon Kapuk yang tinggi tetapi berduri pada batangnya.

Pohon Kapuk adalah sebuah pohon yang tinggi, tumbuh dengan pesat, berumur panjang, dan meranggas dengan cabang-cabang yang tumbuh terentang melengkung, secara simetris seperti lengan-lengan yang terentang. Kenyataannya pohon tersebut terlihat seperti sebuah tempat lilin yang bercabang-cabang dengan posisi terbalik. Kulit kayu pada tanaman yang masih muda berwarna hijau dan batangnya dilapisi dengan duri-duri tajam yang berbentuk kerucut. Setelah usianya tua, kulit kayunya berubah warna menjadi abu-abu muda.

Daun-daunnya berbentuk seperti ujung tombak, tersusun seperti jari-jari tangan, dan berguguran sebelum pohon ini berbunga. Bunga-bunganya sebagian besar berwarna merah muda, namun ada juga yang berwarna merah tua, oranye, kuning atau merah menyala. Ukurannya besar, tebal, sedikit berurat dan dengan bulu-bulu halus di seluruh bagian bunga itu. Mereka tumbuh di dekat cabang-cabangnya.

Buahnya berbentuk hampir seperti telor. Didalamnya terdapat biji-biji berwarna coklat kehitaman yang menempel pada kapuk yang berwarna putih. Ketika polong-polong buah itu meletup dan terbuka, kapuk-kapuk tersebut melayang diterbangkan angin.

Setiap bagian dari pohon tersebut bernilai. Kayunya dapat dipakai untuk membuat batang korek dan kotak kayu untuk kemasan. Nelayan menggunakan gelondongan yang dibuat dari batangnya sebagai pelampung pada jaring-jaring mereka. Kapasnya disebut Kapuk India yang digunakan untuk mengisi bantal-bantal. Getahnya dapat menyembuhkan luka dan bunganya yang masih muda sering dimasak dan dimakan. (Terjemahan Diani Putri).
WHD No. 432 Pebruari 2003.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar