RSS

Rambut Dewa Brahma…… ( 2 )

Rambut Dewa Brahma…… ( 2 )
Mitologi Hindu Tentang Tumbuh-tumbuhan
(Sambungan WHD No. 431)
2. Pohon Kapuk
    Nama Latin         :   Bombax malabaricum Salmalia malaharica
    Nama Inggris      :   Red Silk Cotton Tree
    Nama India         :   - Bengali   :  Shimul
       - Gujarat          :  Raktashimul, Ratoshemalo, Sawar
    - Hindi                :  Semul, Raktashimul
    - Marathi            :  Sayar
    - Malayalam       :  Ilavu
    - Sanskrit           :  Yamadruma, Shalmali
    - Telugu             :  Buraga, Salmali
    - Tamil               :  Ilavam, Pulai
     Rumpun            :   Bombacaceae
Nama Bombax berasal dari kata Bombux yang dalam bahasa Yunani berarti ulat sutra. Malabaricum menandakan bahwa pohon tersebut berasal dari Malabar. Salmalia adalah istilah latin yang terbentuk dari bahasa Sanskerta Shalmali.

Disebutkan bahwa Pitamaha, Sang Pencipta Alam Semesta, beristirahat di bawah pohon Kapuk setelah pekerjaannya selesai. Bunganya yang berbentuk seperti mangkuk dikeramatkan bagi Dewa Siwa. Ketika pohon tersebut dipenuhi bunga, ia diperumpamakan sebagai Dewi Lakshmi, Dewi Keberuntungan yang berdiri dengan kedua tangan yang direntangkan dan sebuah lampu minyak menyala terdapat pada masing-masing telapak tangannya.

Nama pohon ini dalam bahasa Sanskerta adalah Yamadruma yang artinya pohon yang tumbuh di neraka, karena meskipun rupanya menarik oleh bunga-bunganya, buahnya tidak dapat dimakan. Disamping itu, menurut Kitab Mahabharata, durinya digunakan sebagai alat penyiksa pada salah satu dari tujuh neraka jahanam.

Pohon ini menarik perhatian sebagian besar burung-burung dari seluruh pohon yang terdapat di India.
Mengapa Pohon Kapuk Berduri (Sebuah Legenda dan Suku Oriya)
Raja tanah Judagarh memiliki dua orang isteri. Namun beliau tidak berputra. Sang Raja amat mencintai kedua isterinya dan tidak ingin menikah lagi, akan tetapi ia harus memiliki seorang pewaris tahta kerajaan. Ia mengumumkan sayembara bahwa siapapun yang dapat menyembuhkan kedua isterinya dari kemandulan akan diberikan separuh tanah negeri tersebut sebagai hadiah.

Di tanah Kanguda Dongar yang bertetangga dengan negeri Judagarh, hiduplah seorang yang bernama Kaliya Dano. Ia dikenal sebagai orang suci namun sebenarnya ia adalah siluman pemakan manusia. Kaliya Dano mengabarkan kepada Raja Judagarh bahwa ia dapat menyembuhkan kedua isterinya. Maka dikirimlah kedua isterinya untuk menjalani perawatan.
Kaliya Dano menyantap mereka. Bulan demi bulan berlalu. Pesan demi pesan telah dikirim kepada Kaliya Dano tentang kedua permaisuri, tetapi Kaliya Dano berpura-pura sedang mengadakan meditasi dan tidak mengirim balasan. Akhirnya Raja Judagarh membawa beberapa pengawalnya pergi ke Kanguda Dongar untuk menjemput kedua isterinya.

Kaliya Dano mengetahui bahwa Sang Raja menuju ke negerinya. Raja memasuki pondoknya dan menemukan tempat itu telah kosong. Ia memerintahkan para pengawalnya untuk mencari dan ketika ia menemukan tulang belulang dan sebuah cincin salah seorang isterinya, ia menjadi sadar tentang apa yang telah terjadi. Dengan penuh kemarahan Ia berlari ke hutan untuk membunuh Kaliya Dano.
Tetapi siluman itu dalam ke putus-asaannya telah memanjat sebuah pohon yang tinggi. Dan saat Ia memanjat, Ia mencabuti semua giginya yang tajam itu kemudian menancapkan pada batang pohon tersebut sehingga tak seorangpun dapat memanjat untuk menghampirinya. Sang Raja dan para pengawalnya mencoba untuk mencabut gigi-gigi itu tetapi mereka tak berhasil karena tertancap terlalu dalam Sang Raja tidak dapat memanjat ke atas pohon dan siluman itu pun tidak bisa turun. Disanalah ia bertengger sampai hari ini.

Mengapa Pohon Kapuk Menggugurkan Daunnya
Di tengah-tengah gunung Himalaya, tumbuhlah sebuah pohon Kapuk yang besar dan selalu berdaun hijau. Ia selalu dipuji oleh para pengunjung karena mereka dapat beristirahat di kerindangan daunnya sepanjang tahun.

Pada suatu hari Pendeta Narada, Sang Penasihat yang sangat gemar membingungkan dan mengadu domba antara mahluk fana dengan para Dewa berhenti pada pohon tersebut.
“Wahai pohon Kapuk yang perkasa”, katanya kagum, “Bagaimana mungkin Engkau tidak pernah kehilangan sehelai daun-pun? Apakah Pawana, Sang Dewa Angin, bersahabat denganmu sehingga Kau kebal oleh terpaannya?”

Pohon Kapuk itu menjadi angkuh dalam kemegahannya. “Aku tidak memerlukan perlindungan Dewa Pawana ataupun persahabatan. Kenyataan bahwa ia telah berulang kali melukaiku namun kekuatanku lebih besar daripadanya.”
Narada sangat senang memperoleh kesempatan ini untuk menciptakan lebih banyak masalah. Ia segera bertolak ke Swargaloka dimana Dewa Pawana tinggal dan menundukkan kepalanya berpura-pura sedih.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Rambut Dewa Brahma ..... ( 1 )

Rambut Dewa Brahma ..... ( 1 )Mitologi Hindu Tentang Tumbuh-tumbuhan
Dikatakan bahwa seluruh tumbuh-tumbuhan yang ada di Bumi diciptakan dari rambut Dewa Brahma, Sang Pencipta.
1. Parijata
Nama Latin       :  Myctanthes arbor tristis
Nama Inggris    :  Queen of The Night, Coral Jasmine
Nama India       :   - Bengali  :  Shapalika, Siuli
       - Hindi       :  Harashringara
       - Marathi    :  Parijata, Kharsati
       - Sanskrit   :  Parijata
       - Tamil      :  Parijata, Paghala
Rumpun            :   Oleaceae
Myctanthes artinya bunga malam dan arbor tristis berarti pohon yang sedih. Parijata dalam bahasa Sanskerta bermakna turun dan lautan. Harashringara adalah perhiasan para dewa atau perhiasan yang indah.

Bunganya dikumpulkan untuk sesaji-sesaji dalam upacara keagamaan dan untuk membuat kalung-kalung bunga. Intinya yang berwarna orange digunakan untuk mewarnai kain sutra dan katun. Bahan ini pertama kali digunakan oleh para pendeta Buddha yang menggunakan jubah berwarna orange yang warnanya diperoleh dari bunga ini. Parijata dalam pandangan mitologi Hindu adalah salah satu dari kelima pohon bertuah yang terdapat di Dewaloka.
Mengapa Bunga Parijata Mekar Pada Malam Hari
Sebuah legenda dalam Wisnu Purana menceriterakan tentang seorang raja yang mempunyai seorang putri yang cantik jelita dan lemah lembut bernama Parijata. Sang Putri telah jatuh cinta kepada Dewa Surya, Sang Matahari. “Tinggalkan kerajaanmu dan jadilah milikku.” kata Sang Matahari dengan penuh hasrat. Dengan penuh kepatuhan Parijata menanggalkan jubah kebangsawanannya dan mengikuti kekasihnya. Namun Sang Matahari mulai bersikap dingin setelah ia bosan kepada Parijata dan kemudian segera terbang kembali ke langit meninggalkan Sang Putri.

Sang Putri yang masih muda belia itu meninggal dengan perasaan hancur. Ia diperabukan pada tumpukan kayu bakar dan dari abunya tumbuh sebatang pohon. Pada cabang-cabangnya yang menjuntai tumbuh bunga-bunga terindah dengan inti yang berwarna orange pekat. Namun bunga-bunga ini tidak tahan terhadap sinar matahari, mereka hanya mekar ketika matahari tenggelam dan di saat fajar menyingsing bunga-bunga tersebut berguguran ke tanah dan mati.

Awal Mula Pohon Parijata Sampai Ada di Bumi
Ketika Lautan Susu diaduk, pohon Parijata diciptakan. Namun Dewa Indra, pemimpin para Dewa, merasa bahwa tanaman ini amat terlalu indah untuk Bumi. Kulit kayunya dari emas dihiasi dengan daun-daun muda yang menyembul berwarna tembaga dan tangkai bunganya menghasilkan bertandan-tandan bunga yang harum, Ia mengatakannya dengan sangat meyakinkan, meskipun agak tidak tepat. Bagaimanapun juga, Ia menempatkannya pada Taman Amarawati miliknya dan disana pohon itu tumbuh sebagai salah satu dan kelima pohon Surgawi sampai Krishna membawanya kembali ke Bumi.

Bagaimana Krishna membawa pohon itu ke Bumi ? Pada hari-hari tertentu ketika para dewa mengunjungi Bumi dan bahkan kadang-kadang menyamar sebagai manusia, hiduplah seorang dewa penasihat bernama Pendeta Narada. Narada sering bepergian baik ke Swargaloka dimana para dewa tinggal maupun ke Bumi. Ia adalah seorang penasihat yang jahat dan sangat gemar menciptakan masalah-masalah, bagi para dewa maupun manusia.

Suatu hari Pendeta Narada tiba di Kerajaan Dwaraka dimana Dewa Wisnu yang terlahir ke Bumi sebagai Krishna, tinggal bersama dengan isteri-isterinya. Narada membawa sekuntum bunga Parijata sebagai hadiah untuk Krishna.

“Paduka”, katanya, maksud jahat tersembunyi dalam perkataannya, “Bunga ini sangat indah sehingga saya pikir Paduka mungkin ingin memberikannya kepada permaisuri anda Rukmini yang sangat menyukai bunga-bunga.

Krishna merasa sangat senang. “Usul yang sangat bagus, Pendeta. Saya rasa Rukmini tidak pernah melihat bunga Parijata sebelumnya.” Ia mengambil sekuntum bunga mungil yang berwarna orange dan putih itu kemudian pergi ke kediaman Rukmini.

Narada memanfaatkan kesempatannya. Ia bergegas ke kediaman isteri Krishna yang lain, Sathabhama, saat ia memasuki ruangan, wajahnya dibuat sesedih mungkin. Satyabhama menatapnya penuh perhatian. “Apa yang telah membuat anda gusar, pendeta ?“ tanyanya dengan perasaan khawatir.

“Anakku”, jawabnya penuh kesedihan. “Engkau mengetahui betapa istimewanya dirimu bagiku. Aku telah membawa sekuntum bunga Parijata dari taman Dewa Indra untuk Krishna. Aku berkata kepada paduka untuk memberikan bunga itu kepada isteri yang paling dicintainya. Aku mengira Anandalah yang mendapat hadiah itu. Tetapi, sayang sekali, beliau telah memberikannya kepada Rukmini.

Satyabhama memiliki kesabaran pendek dan amarahnya mudah meledak. “Beraninya dia !“ Ia menangis karena kesal. “Takkan kubiarkan Rukmini memiliki bunga itu. Aku akan pergi dan.....”. “Sabarlah, Nak”, kata Narada. “Apa yang akan Kau perbuat dengan sekuntum bunga? Begini, bila Krishna benar-benar mencintaimu, ia tentu akan membawakan pohonnya dari Amarawati.”

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Pembelajaran Agama Hindu Berwawasan Sains

Pembelajaran Agama Hindu
Berwawasan Sains

Oleh : I Wayan Suja, FMIPA Undiksha Singaraja
“Tidaklah berlebihan jika dikatakan
bahwa masa depan sejarah ditentukan oleh
sikap generasi sekarang terhadap hubungan antara agama dan sains.”
Whitehead
Setiap membuka wacana tentang sains dan agama, dalam pikiran banyak orang sering muncul pertanyaan berikut. Apakah sains dan agama bisa dipertemukan? Haruskah kita memilih antara agama dan sains? Menurut Hewlett pertanyaanpertanyaan seperti itu bisa terjadi karena perjumpaan agama dan sains selama ini digambarkan oleh para “ekstrimis”, yang tidak memahami agama dan sains secara utuh. Sains dan agama sesungguhnya memiliki bahan kajian berbeda dan komplementer. Sains memfokokus-kan perhatiannya pada dunia fisik, sedangkan agama pada domain psikis. Sains menjanjikan kemudahan dan kenikmatan hidup, sedangkan agama menuntun hidup yang benar. Memang, sains bermaksud menyingkap misteri dan ketidakpastian dunia, namun upaya tersebut tidak pernah berakhir. Misteri dunia tidak mungkin dipecahkan oleh para ilmuwan sendiri karena keterbatasan daya nalar dan peralatan yang dimilikinya. Selain keterbatasanketerbtasan tersebut, sebagaimana dinyatakan oleh Max Planck, sains tidak akan dapat memecahkan misteri alam semesta karena pada analisis terakhir kita akan menjadi bagian dan misteri alam semesta karena pada analisis terakhir kita akan menjadi bagian dan misteri yang hendak dipecahkan. Di sisi lain, agama yang selalu mempromosikan diri sebagai ajaran yang lengkap dan sempurna, justru tidak mampu memberikan jawaban yang memuaskan atas berbagai fenomena alam dan sosial yang terjadi dalam kehidupan.

Setiap orang yang merindukan pencerahan, sudah saatnya menyadari perlunya kebebasan berpikir, namun tetap sadar bahwa kita ini hanyalah makhluk Tuhan yang lemah, yang pada suatu ketika mungkin saja bisa salah dalam menafsirkan wahyu suciNya. Kebebasan berpikir untuk mencapai kebenaran ilmiah, sebagaimana juga disampaikan oleh Nasoetion (1999), termasuk pendapat yang berlawanan dengan pandangan agamawan, jangan sampai dikekang, sebab tafsir yang mereka anut juga merupakan hasil olah pikir manusia. Semestinya, setiap orang harus yakin bahwa pada akhirnya setiap pengetahuan hasil usaha menemukan kebenaran ilmiah akan mempunyai titik temu dengan wahyu suci Tuhan. Sebagaimana disampaikan Domb, sainstisme dan teisme memang berhadap-hadapan, tetapi untuk bersalaman dan bekerja sama. Ibarat tangan, jempol memang berbeda dengan jan-jan lainnya, namun perbedaannya itu untuk memperkuat genggaman tangan kita. Tujuan kerja sama diungkapkan olch Radhakrishnan, yaitu untuk menemukan wawasan realitas tertinggi (sarva sastra prayojanam atma darsanam).
Sejalan dengan pertemuan kebenaran ilmiah dan kebenaran normatif agama, para waskita Hindu memandang hanya ada satu kebenaran sejati, namun orang bijaksana memformulasikan dan menyebutnya dengan banyak nama. Ekam sat viprah bhahuda vadanti (Rg.Veda 1.164.46), dan bhinneka tunggal ika, tan hana dharma mangrwa (Kekawin Sutasoma). Oleh Suj amto, pandangan tersebut dilabel sebagai Tantularisme. Tentang kebenaran sejati yang hanya satu adanya, namun sangat beragam persepsinya, mengingatkan kita pada keinginan orang-orang buta untuk mengenal gajah dengan jalan meraba, sebagaimana dilukiskan dalam Wrhaspati Tattwa. Mereka memiliki pandangan yang berbeda tentang gajah karena perbedaan obyek rabaannya, sedangkan gajahnya hanya satu. Keterbatasan (kebutaan) menyebabkan mereka memiliki perspektif berbeda. Kesadaran inilah yang mestinya dimiliki oleh para ilmuwan dan agamawan. Pemikiran manusia, baik pandangan ilmiah maupun keagamaan, tak pernah mencapai titik final, dan oleh karena itu rekonstruksi adalah proses tanpa henti. Sains tidak seobjektif apa yang dibayangkan, sebaliknya agama tidak sesubyektif apa yang diperkirakan banyak orang.
Kita (semua) lengkap dengan keterbatasan. Mata manusia hanya mampu melihat benda-benda yang memancarkan atau memantulkan cahaya tampak. Batas sensitivitas mata kita antara cahaya ungu (panjang gelombang 400 nm) sampai dengan cahaya merah (panjang gelombang 800 nm). Di luar trayek tersebut mata kita tidak dapat melihat. Telinga hanya mampu juga memiliki kemampuan mendengar sangat terbatas. Telinga hanya mampu mendengar gelombang suara audiosinik dengan frekuensi 20 - 20.000 Hertz. Di luar frekuensi tersebut, kita tidak mampu mendengarkannya.
Selanjutnya, daya nalar manusia juga terbatas. Dalam banyak kasus, keterbatasan memang menimbulkan kertyamanan. Di sisi lain, kemampuan berpikir walaupun terbatas-mendrong kehausan intelektual (intellectual curiosity) dan rasa kagum (thauma) terhadap segala ciptaan Tuhan. Keingin-tahuan dan penyelidikan terhadap aspek fisis alam menghasilkan sains, sedangkan kekaguman dan penyelidikan terhadap aspek psikis memunculkan agama. Berkaitan dengan sains dan agama, Capra (2002) menyebutkan bahwa kedua bidang kajian tersebut mengakui adanya keterbatasan bahasa dan pikiran manusia. Keterbatasan untuk mencapai kesempurnaan inilah yang semestinya dijadikan landasan untuk bekerja sama di antara agamawan dan ilmuwan.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Moksha : Kebahagiaan Sejati

Dalam pembahasan sebelumnya disebut tentang adanya surga, neraka dan moksha. Dalam ceramah-ceramah agama, surga dan neraka ini banyak sekali disebut-sebut, tapi paling sedikit dijelaskan. Orang-orang yang rajin beribadat serta berbuat baik dalam hidupnya di dunia ini nanti setelah mati akan mendapat surga. Sebaliknya, orang-orang yang mengabaikan ibadat dan berbuat buruk di dunia ini kelak setelah mati akan masuk neraka.
Dalam percakapan sehari-hari sering kita dengar orang berkata "seperti di surga rasanya" atau "seperti di neraka rasanya"
Tapi dan bagaimana surga itu? Dimanakah neraka? dan apakah Moksha?
Kalau kita membeli rumah, kita harus tahu dimana letaknya, berapa luasnya, bahan bangunannya dari apa serta apa isinya. Tentu saja kita tidak mungkin ke surga sebelum kita mati. Tapi paling sedikit kita harus tahu "denah dan gambarannya", melalui apa yang dikatakan agama-agama tentangnya.
Surga menurut Agama Yahudi.
Tujuan akhir kehidupan menurut agama Yahudi adalah pembaharuan pemerintahan Yahweh (Tuhan Yahudi) atas kerajaan duniawi dengan seorang Mesias duniawi (utusan Tuhan yang akan datang ke bumi) sebagai kepala kerajaan. Di dalam kerajaan duniawi yang dipimpin oleh Mesias itu, orang Yahudi dan orang kafir (non-Yahudi) akan memelihara Torah (kitab suci agama Yahudi).
Barang siapa didunia memelihara Torah akan masuk surga, ke Taman Eden. Barang siapa di sini tidak memelihara Torah, ia menuju tempat hukuman yang disebut Gehinom (neraka) 1)
Surga menurut Agama Kristen.
Tujuan akhir kehidupan menurut agama Kristen hampir mirip dengan tujuan hidup agama Yahudi, yaitu adanya Kerajaan Allah di bumi ini. Yesus Kristus adalah kepala Kerajaan itu. Dewasa ini kerajaan itu masih tersembunyi. Raja kerajaan itu juga masih tersembunyi. Rakyat kerajaan itu sekarang masih dalam pergumulan antara Kerajaan Allah dengan Kerajaan Kegelapan (setan?). Nanti Kepala Kerajaan yang tersembunyi itu akan nampak. Yesus Kristus datang kembali ke dunia ini. Waktu itu akan terjadi kiamat dan hari Pengadilan terakhir. Dunia ini akan hancur/ binasa terbakar. Dan setelah itu akan muncul satu dunia baru, langit baru, dan bumi baru, kota Yerusalem baru yang turun dari surga. Kota ini dikelilingi oleh tembok besar dan tinggi. Pintu gerbangnya dua belas buah dan di atas pintu gerbang itu tertulis nama kedua belas suku Israel.
Namun sebelum turunnya kota Yerusalem baru ini terjadi peperangan antara Mikhael melawan naga berkepala sepuluh dan bertanduk tujuh. Masing-masing pihak dibantu oleh malaikat- malaikatnya. Ada peperangan antara orang-orang kudus melawan seekor binatang yang keluar dari laut, seperti macan tutul bertanduk sepuluh dan berkepala tujuh. Binatang ini diberikan kekuatan, tahta dan kekuasaan oleh naga yang telah siuman. Dari bumi keluar binatang bertanduk dua dan berbicara seperti naga yang menyesatkan seluruh penghuni bumi.
Siapakah yang masuk surga? Pintu surga akan terbuka lebar bagi orang-orang buta, lumpuh, orang-orang sakit kusta (Lukas 14:13-21). Dan orang-orang kaya sulit masuk surga, lebih sulit dari seekor unta masuk lubang jarum. 2)
Surga menurut agama Islam.
Islam memberikan keterangan yang sangat rinci tentang surga. Dalam agama Islam surga digambarkan memiliki 8 pintu. Surga terdiri dari 100 tingkat. Di surga mengalir sungai yang jernih airnya, sungai madu, sungai susu dan sungai arak (khamar atau alkohol). Ada pohon buah-buahan yang mengikuti kemana penghuni surga pergi. Mereka dilayani oleh laki-laki muda yang memberikan mereka minuman yang dicampur dengan jahe. Para penghuni surga itu memiliki tempat barang dan sisir yang terbuat dari emas. Mereka juga memiliki pendupaan yang dibuat dari kayu gaharu.
Para penghuni surga makan dan minum. Tapi mereka tidak pernah buang air besar atau kecil. Keringat mereka berupa semacam minyak wangi. Hidangan pertama yang disajikan ketika pertama kali masuk surga adalah sup sirip ikan hiu.
Para lelaki muslim yang masuk surga diberikan istri-istri (beberapa istri) yang diciptakan dari bidadari yang masih perawan yang belum pernah disentuh sebelumnya bahkan oleh malaikat.
Surga Islam itu tampaknya memang surga untuk kaum lelaki. Tapi para wanita Islam tentu juga mendapat surga. Hanya saja para wanita muslim ini tidak diberikan pasangan laki-laki. Tidak ada penjelasan tentang hal ini.
Siapakah Masuk Surga? Dalam satu hadis disebutkan, ketika Nabi Muhammad, nabi orang Islam itu melihat ke surga, penghuninya kebanyakan orang-orang fakir (miskin). Orang miskin yang pasrah lebih cepat 500 tahun sampai di surga dibandingkan dengan orang Islam yang kaya. 3).
Dan melihat ke neraka kebanyakan penghuninya adalah wanita. Kenapa penghuni neraka kebanyakan wanita? Karena wanita lebih tertarik kepada perhiasan duniawi. 4)
Surga tak ubahnya sebuah kampung di bumi ini di mana para penghuninya hidup bersantai-santai sambil menghabiskan waktu untuk makan dan minum dan bersenang-senang dengan istri-istrinya yang baru yang dibuat dari para bidadari.
Apakah Neraka?
Neraka, menurut agama rumpun Yahudi, biasanya digambarkan sebagai suatu tempat yang terletak jauh di dalam bumi. Neraka adalah tempat penyiksaan yang sangat mengerikan. Di neraka terdapat kawah api yang terus berkobar-kobar yang panasnya seratus kali api bumi. Di sini roh-roh malang itu dipanggang. Di Neraka juga disediakan jenis penyiksaan yang lain, misalnya ditusuk dengan tombak atau dipukuli dengan palu godam.
Berapa lama roh-roh malang itu disiksa?
Tergantung dari kejahatan yang dilakukan di muka bumi. Ada yang singkat ada juga yang selama-lamanya.
Jika penghukum dengan cara penyiksaan itu dilakukan oleh manusia atau oleh suatu pemerintah di dunia ini, maka ia akan dikutuk sebagai orang atau pemerintah yang tidak beradab, sangat kejam, sadis dan tidak berperikemanusiaan sedikitpun.
Lalu, apakah betul, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang itu, menciptakan alat penyiksa atau melakukan penyiksaan dengan cara begitu kejam?. Bagaimanakah wajah Tuhan ketika Ia menjalankan mesin penyiksa itu untuk menggilas roh-roh yang telah Ia tetapkan nasibnya ketika Dia meniupkannya ke dalam tubuh manusia?, Apakah wajah-Nya memancarkan cahaya kasih atau menyemprotkan api kebencian?.
Dalam Agama Hindu.
Tidak kita temukan gambaran neraka seperti itu. Lalu apakah orang baik dan orang jahat sama-sama masuk surga?. Bagaimana soal keadilan ditegakkan?. Dalam agama Hindu sebagaimana dijelaskan sebelumnya, setelah mati, jiwa kita (1) mencapai moksa atau (2) lahir kembali kedunia. Bila kita lahir kembali, maka dalam kelahiran itu kita menerima akibat- akibat dari perbuatan kita dari kehidupan yang terdahulu. Akibat baik atau akibat buruk.
Disini dikenal istilah kelahiran surga dan kelahiran neraka. Kelahiran surga artinya dalam hidup ini kita menjadi orang yang beruntung dan berbahagia. Kelahiran neraka artinya dalam hidup ini kita akan menderita dan banyak mendapat kesulitan. Penderitaan itu sangat banyak jenisnya. Misalnya karena : sakit yang tidak dapat disembuhkan, penghianatan, kebencian, dendam, iri hati, sakit hati, dan kemarahan yang tak terkendali adalah bentuk neraka didunia ini.
Pandangan Kritis tentang Surga dan Neraka.
Gambaran neraka yang begitu kejam tampaknya muncul ketika peradaban masih rendah dan kesadaran moral juga baru tumbuh. Ketika itu manusia dipaksa untuk berbuat baik karena perbuatan buruk akan mendatangkan pembalasan yang sangat kejam. Dasarnya adalah rasa takut akan hukuman yang berlipat ganda.
Ketika peradaban sudah lebih maju dan kesadaran moral sudah lebih tinggi, manusia berbuat baik karena menyadari sepenuhnya perbuatan buruk atau perbuatan jahat, akan membawa penderitaan bagi orang lain. Dasarnya adalah cinta dan hormat atas hidup orang lain.
Dr. Franz Dahler, seorang rohaniwan Katholik mengatakan istilah tradisional dan sedikit usang itu membawa gambaran yang tidak memuaskan sama sekali, karena berdasar kepada ajaran agama yang tidak dewasa, seakan-akan ditujukan kepada anak kecil. Terbayang dalam benak kita semacam bangsal surgawi di atas langit, dimana kita bernyanyi dan terus memandang Tuhan yang berpakaian cemerlang. Itu khayalan bukan kenyataan. Surga adalah kegairahan hidup manusia dalam menerima dan memberi cinta kepada Tuhan dan manusia dalam menerima dan memberi cinta kepada Tuhan dan manusia. Sedangkan neraka adalah tempat dimana manusia tidak bisa mencintai lagi. Perang adalah neraka yang paling tepat. 5)
Kaum sufi Islam mengatakan para penghuni surga adalah orang- orang yang berfikir sederhana (tolol). Menurut para sufi tujuan manusia yang sesungguhnya adalah persatuan dengan Tuhan (manunggaling kawula lan Gusti). Sedangkan sorga hanyalah ciptaan. Para penghuni surga adalah orang-orang yang menganggap kenilmatan jasmaniah (hubungan seks dan kenikmatan lidah) sebagai tujuan tertinggi. 6)
Chairil Anwar, penyair yang paling terkemuka di Indonesia hingga dewasa ini meragukan surga semacam itu. Dalam sajaknya "Sorga" ia menceritakan bahwa ia dituntut untuk taat beragama dengan janji akan diberi surga, dimana ia dapat bercinta dengan para bidadari sambil minum susu sepuas hatinya. Pada bait kedua ia menulis:
Tapi ada suara menimbang dalam diriku,
nekat mencemooh : Bisakah kiranya
berkering dari kuyup laut biru,
gamitan dari tiap pelabuhan gimana?
Lagi siapa bisa mengatakan pasti
di situ memang ada bidadari
suaranya berat menelan seperti Nina,
punya kerlingnya Jati?
TUJUAN MANUSIA MENURUT AGAMA HINDU
Catur Purusartha
Dhrama
Tujuan manusia menurut agama Hindu disebut Catur Purusartha (empat tujuan akhir). Tujuan hidup yang pertama adalah dharma. Sebagaimana telah dijelaskan didepan, dharma berarti agama atau kewajiban. Pertama-tama manusia haruslah menjadi manusia beragama. Beragama berarti hidup bermoral. Hidup bermoral merupakan landasan bagi tujuan tujuan hidup berikutnya.
Artha
Tujuan hidup kedua adalah Artha. Artha artinya materi atau secara sempit disebut uang, secara luas artha diartikan sebagai keberhasilan atau kesuksesan. Untuk hidupnya manusia memerlukan materi. Tanpa materi bagaimana kita menyelenggarakan kehidupan rumah tangga, pendidikan dan kewajiban- kewajiban agama?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

LELUHUR BALI KUNO DI GUNUNG KAWI

Leluhur Bali Kuno di Gunung Kawi
Selain tempat memuja roh leluhur raja-raja Bali Kuno, Candi Gunung Kawi di Tampaksiring juga diyakini sebagai tempat nyaman bersamadi, menuju titik hening damai.
Medio Mei 2006, empat warga Eropa yang baru saja usai menyaksikan pertunjukkan tari barong di Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, sontak menuju tinggalan situs tua, Candi Gunung Kawi, di Desa Tampaksiring. Ditemani pemandu, tetamu berkebangsaan Perancis itu menuruni 150 undak jalan setapak berlapis beton.
Tiba di tepian barat Tukad (Sungai) Pakerisan, tetamu itu tepekur menyaksikan deretan candi yang terpahat rapi di dinding tebing. Kamera digital yang sedari awal menggelayut di tangan turis pria, mulai sibuk membidik-bidik sasaran. Satu per satu candi tua yang oleh masyarakat setempat lumrah disebut “Candi Kawanan” (candi di sebelah barat) itu diabadikan. Tentu tak lupa pula mereka mengabadikan diri berlatarbelakangkan candi tebing ini.
Usai melihat-lihat deretan candi-empat di sisi barat, para pelancong ini melanjutkan perjalanan menyeberangi jembatan, menuju bangunan di sebelah timur Tukad Pakerisan. Mereka menyaksikan tempat pertapaan dan ceruk-ceruk (wihara) yang berada di sebelah timur Pura Gunung Kawi dan melihat-lihat jejeran candi-lima di belahan utara pura.
Selain Tirta Empul, Pura Pagulingan, dan Pura Mangening di kawasan hulu, Candi Gunung Kawi memang merupakan objek pilihan yang tak terlupakan para pelancong manakala bertandang ke kawasan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, yang berjarak sekitar 35 km arah timr laut Kota Denpasar ini.
Di kalangan pelancong asing, lebih-lebih yang suka peninggalan purbakala, Candi Gunung Kawi selalu menjadi daya tarik tersendiri. Para pemandu seakan tak kewalahan bahan dalam menjelaskan berbagai keunikan dan kekhasan situs yang berlokasi di Banjar Penaka, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar ini. “Candi Gunung Kawi memiliki perbedaan yang lain dibandingkan jenis candi di Jawa,” tutur Nyoman Sonaka, pemandu dari sebuah biro perjalanan di kawasan Jalan Raya Ngurah Rai Sanur, Denpasar.
Sonaka tak mengada-ada, memang. Candi Gunung Kawi memang memiliki perbedaan khas dengan candi di luar Bali, terutama daerah Jawa. Candi-candi di Jawa umumnya berbentuk bangunan monumental, berdiri sendiri. Sungguh berbeda dengan Candi Gunung Kawi yang berupa pahatan batu padas di dinding tebing dalam bentuk relief.
Cuma, dari lokasi bangunan, Candi Gunung Kawi memiliki kesamaan dengan candi di Jawa maupun di Asia Tenggara. Persamaan dimaksud, terutama, berdekatan dengan sumber air dan dikelilingi kolam beserta pancuran. Ini memunculkan kesan menakjubkan sekaligus memberikan kesejukan bagi para pengunjung. Dengan begitu getaran spiritual pun berdenyut kuat.
Tempat-tempat pemujaan Hindu lazim, memang, berdekatan dengan sumber-sumber air: danau, laut, sungai, mata air, ataupun pertemuan aliran air ( campuhan, sanggam ). Bila tak dekat air, kerap akan dibuatkan telag atau kolam buat mengalirkan dan menampung air. Bagi manusia Bali penganut Hindu, air tentu bukan sebatas sumber kehidupan dan pemberi kesuburan. Air juga mengandung makna kesucian. Karenanya, di Bali dalam suatu upacara ada istilah nunas tirtha , mohon air suci. Air-lah yang mengawali sekaligus mengakhiri seluruh rangkaian tradisi upacara manusia Bali Hindu, sampai kini. Maka, bukanlah suatu kebetulan manakala Candi Gunung Kawi berdampingan dengan aliran air Tukat Pakerisan yang berpusat hulu di Tirta Empul.
Candi Gunung Kawi memang tinggalan tua berarsitektur pra-Hindu di Bali. Laporan Tim Peneliti Universitas Udayana, tahun 1990, mengungkapkan situs tua ini ditemukan tahun 1920 oleh seorang residen yang berkuasa di Bali kala itu, bernama HT Damste.
Dari penuturan beberapa warga, saat pertama kali ditemukan kondisi candi, baik biara maupun candi, diselimuti semak belukar—kondisi yang dialami kebanyakan candi di Bali. “Hingga kini pun,” tunjuk Dewa Gede Mangku Kayun, Pamangku Ageng Pura Gunung Kawi, “beberapa peninggalan, terutama jenis ceruk, belum terungkap ke permukaan. Satu di antaranya terletak sekitar 300 meter sebelah utara candi-empat.”
Tahun 1949, satu di antara bilik biara runtuh. Upaya penyelamatan segera dilakukan Dinas Purbakala Bali. Sejak saat itu, perehaban terus dilakukan Dinas Purbakala, melibatkan warga sekitar, terutama Pamangku Pura Gunung Kawi. Toh begitu, Candi Gunung Kawi tak pernah ditafsirkan tunggal.
Arkeolog Dr R Goris, misalkan, dalam artikel “Dinasti Warmadewa dan Dharmawangsa di Pulau Bali” terbitan tahun 1957 menyebutkan, Candi Gunung Kawi merupakan bangunan yang difungsikan sebagai tempat memuliakan roh Raja Udayana beserta keluarganya. Tafsiran ini dihubungkan dengan pahatan prasasti pada salah satu candi.
Pendapat R Goris itu ada benarnya bila dihubungkan dengan beberapa definisi candi yang umumnya menyebutkan bahwa candi difungsikan sebagai tempat memuliakan atma atau roh yang telah terbebas dari ikatan keduniaan. Jadi, candi bukan makam, melainkan pura atau tempat suci untuk menstanakan roh yang telah disucikan.
Candi Gunung Kawi dibagi empat kelompok. Kelompok candi lima berada di sebelah timur Tukad Pakerisan. Semua bangunan mengarah ke barat. Pada candi paling utara ada tulisan berhuruf Kadiri Kwadrat berbunyi “ haji lumah ing jalu ”, yang berarti “raja yang dicandikan di j alu ”. Ada mengait-ngaitkan kata jalu itu dengan susuh ayam ( tegi l) yang berbentuk runcing menyerupai keris. Karena itu jalu lantas diidentikkan dengan keris (Pakerisan). Jadi, haji lumah ing jalu berarti raja yang dicandikan di Pakerisan.
Tipe huruf serupa dapat dilacak kembali ke zaman Kadiri (Jawa Timur) tahun 1100 – 1220 Masehi. Tipe huruf Kadiri Kwadrat biasanya dipergunakan pada prasasti-prasasti pendek sebagai hiasan pada candi, pintu gua, atau tempat suci, serta pada patung. Di Bali, jenis huruf ini banyak dipergunakan pada masa pemerintahan Raja Anak Wungsu.
Dari tipe tulisan yang dipergunakan pada candi, maka dapat disimpulkan bahwa asrama Amarawati di Candi Gunung Kawi telah terbangun pada zaman Raja Udayana Warmadewa (911-933 Isaka), kemudian pada masa pemerintahan Raja Marakata (944- 947 Isaka). Ketika Raja Anak Wungsu berkuasa di Bali (971-999 Isaka), asrama ini ditambahkan bangunan berupa prasada (candi) lengkap dengan tulisan-tulisan yang mempergunakan huruf Kadiri Kwadrat.
Pada candi nomor dua (masih termasuk kelompok candi lima), juga ditemukan tulisan berbunyi “ rwanakira ” yang artinya ‘dua anak beliau'. Dalam tafsiran para peneliti Unud, yang dimaksud “dua anak beliau” adalah putra-putra Raja Udayana Warmadewa, yakni Marakata dan Anak Wungsu. Adapun Airlangga tak lagi dianggap sebagai ahli waris kerajaan di Bali, mengingat Airlangga pergi menikah ke luar daerah ( nyentana ) di Kerajaan Kadiri, Jawa Timur.
Dari penegasan tadi, maka Candi Gunung Kawi memiliki fungsi sebagai tempat memuliakan roh suci Raja Udayana Warmadewa, Marakata, dan Anak Wungsu. “Kami juga memuja Raja Udayana sebagai penguasa di Pura Gunung Kawi,” ujar Mangku Kayun.
Di sebelah barat Sungai Pakerisan terdapat kelompok candi empat. Goris memperkirakan keempat candi dimaksud sebagai “ padharman ” empat selir Raja Anak Wungsu. Di sebelah barat daya, ada satu candi yang dikenal dengan candi ke-10 (sepuluh). Pada pintu masuk candi ini terdapat tulisan “ rakryan ”. Mencermati tulisan huruf Kadiri Kwadrat tersebut, besar kemungkinan kelompok candi ke-10 sebagai tempat padharman pejabat atau perdana menteri pada masa pemerintahan Raja Anak Wungsu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Bentengi Diri dengan Ajaran Agama

Jumat, 07 Agustus 2009 Balipost
Bentengi Diri dengan Ajaran Agama
Oleh N.N. Kerti Yasa
Segala sesuatu yang ada di dunia ini akan selalu mengalami perubahan. Perubahan juga sudah menyentuh orientasi atau fokus dari suatu masyarakat, termasuk orientasi masyarakat Bali yang cenderung kepada materi.
Jumat, 07 Agustus 2009 Balipost
Bentengi Diri dengan Ajaran Agama
Oleh N.N. Kerti Yasa
Segala sesuatu yang ada di dunia ini akan selalu mengalami perubahan. Perubahan juga sudah menyentuh orientasi atau fokus dari suatu masyarakat, termasuk orientasi masyarakat Bali yang cenderung kepada materi.
Sebenarnya masyarakat yang berorientasi materi bukanlah sesuatu yang salah. Tetapi kalau orientasi masyarakat terhadap materi itu sudah terlalu kuat, terlalu besar atau terlalu tebal, maka akan menjadi sesuatu yang tidak baik. Sebab, dalam ajaran agama Hindu, kita diberikan nasihat mencari artha berlandaskan dharma. Jadi tujuan hidup kita atau orientasi kita hidup ini tidak semata-mata mencari artha atau materi semata, tetapi tetap mengedepankan dharma.
Perubahan orientasi pada masyarakat Bali ini tentunya diawali dengan suatu gejala atau fenomena yang tejadi di sekeliling kita.
Kondisi ini dapat dilihat dari beberapa fenomena, antara lain: (1) Waktu untuk melaksanakan gotong royong di banjar-banjar makin berkurang, karena lebih banyak anggota masyarakat di Bali menghabiskan waktu untuk bekerja mencari uang, sampai-sampai di hari libur pun mereka bekerja mencari uang. (2) Para wanita Bali juga makin banyak yang bekerja di luar rumah untuk mencari penghasilan atau tambahan penghasilan, sehingga keuangan keluarga semakin kuat. (3) Masyarakat di Bali juga menilai eksistensi orang dari jumlah harta yang dimilikinya, sehingga pada umumnya orang kaya akan lebih dihormati dibandingkan orang miskin. (4) Masyarakat Bali juga sudah semakin pintar menilai jerih payahnya secara ekonomi semata, sehingga segala sesuatu diukur dari penghasilan dalam bentuk uang yang mereka terima.
Perubahan kecenderungan orientasi masyarakat Bali tersebut, tentunya dilatarbelakangi oleh banyak faktor. Secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang muncul dari dalam diri individu itu sendiri, seperti nilai-nilai kebenaran yang dia pegang, yang biasanya berasal dari ajaran agama yang ditanamkan sejak dini. Yang lebih banyak mendorong perubahan orientasi masyarakat adalah faktor-faktor yang berada di luar individu itu sendiri, seperti tersedianya begitu banyak produk yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya (yang tentunya harus dibeli dengan uang), terjadinya globalisasi yang menyebabkan masyarakat di Bali mampu menerima informasi dari mana saja tanpa mengenal batas ruang dan waktu (yang memberikan contoh tentang berbagai kenikmatan yang harus dibeli dengan uang juga), kurangnya penanaman nilai-nilai moral yang baik atau penanaman budi pekerti di lembaga-lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai tinggi.
Solusi yang dapat ditempuh dengan membentengi diri dengan ajaran agama yang kuat. Penanaman nilai-nilai agama, moral dan budi pekerti dari SD sampai ke pendidikan tinggi harus lebih diintensifkan, dan tentunya diikuti dengan pemberian contoh oleh para guru dan orangtua, serta dilakukan evaluasi sikap siswa dalam kesehariannya dengan memberikan suatu reward and punishment. Kalau nilai-nilai baik itu sudah berhasil kita tanamkan sedari kecil dan mampu melekat dalam jiwanya, tentunya kondisi itu akan terbawa sampai mereka dewasa. Apalagi pada sekolah menengah sampai lembaga pendidikan tinggi mata pelajaran atau mata kuliah budi pekerti dan agama tetap diberikan maka individu tersebut selalu mendapat penyegaran. Proses penyegaran ini tentunya mempertebal nilai-nilai agama yang diberikan. Walaupun nantinya ada berbagai perubahan lingkungan yang memiliki dampak negatif, seperti arus globalisasi, beredarnya beragam produk yang menggiurkan, orientasi materi tersebut tetap dilandasi dengan dharma.
Jadi apa yang menjadi tujuan hidup masyarakat Bali mencari artha berlandaskan dharma tetap dapat dipertahankan. Penulis, warga Denpasar Timur
 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Bagaimana Saya Menjadi Hindu

Oleh Dr. David Frawley (Pandit Vamadewa Shastri)
"Pencarian jiwa saya menemukan dalam agama Hindu apa yang tidak saya temukan dalam agama Katolik, Buddha dan Eksistensialisme"
Pengantar:
Tulisan berikut ini merupakan salah satu contoh tentang bagaimana seorang non-Hindu khususnya dari latar belakang budaya Barat masuk Hindu. Tulisan ini merupakan petikan dari buku Dr. David Frawley "How I Became a Hindu" yang merupakan satu tulisan dalam buku karangan Satguru Sivaya Subramuniyaswami, editor Hinduism Today : "How to Become a Hindu." Dr. David Frawley adalah Director of the America Institue of Vedic Studies di Santa Fe, New Mexico. Dia juga adalah pengarang terkemuka mengenai ayurveda dan astrologi Weda. Beberapa istilah, nama atau lembaga yang disebut oleh penulisnya akan saya berikan penjelasan singkat supaya kita mempunyai gambaran umum mengenai apa yang dimaksudkan. Penjelasan ini saya ambil dari berbagai sumber, terutama Oxford Companion of World Religion. Bila penjelasan itu justru malah dirasakan mengganggu, bisa diabaikan saya.
NPP
-------------------------------
Dalam kasus saya bukanlah peralihan agama secara cepat seperti menerima Jesus sebagai penyelamat pribadi atau penyerahan diri pada Allah.

Bagian 1
Bukan pula peralihan agama itu sebagai hasil dari upaya terencana untuk mengalihagamakan saya oleh seorang pengkotbah agama yang berbicara mengenai dosa atau penebusan dosa, atau kaum intelektual agama yang mencoba meyakinkan saya mengenai keutamaan dari philsafat atau teologi yang khusus. Peralihan agama ini adalah keputusan pribadi yang terjadi sebagai hasil dari pencarian yang lama, sebuah sentuhan akhir dari pencarian batin yang ekstensif yang berjalan selama bertahun-tahun.
Bagi banyak orang di Barat menjadi seorang Hindu mirip dengan ikut suatu agama suku, agama asli Amerika atau Afrika yang percaya pada banyak dewa dan ritual yang aneh, dari pada beralih agama kepada satu keyakinan dari sebuah agama dunia yang terorganisasi. Menemukan agama Hindu adalah sesuatu yang purba, menyentuh akar-akar lebih dalam dari alam, dimana jiwa bersembunyi, bukan sebagai keyakinan historis sebagai kekuatan misterius yang tak bernama. Ia bukan pula seperti mengambil satu keyakinan monotheistik tetapi sebagai hubungan yang sepenuhnya berbeda dengan kehidupan dan kesadaran dari pada yang disediakan oleh agama Barat kepada kita.
Saya sampai kepada agama Hindu setelah eksplorasi awal dari pemikiran intelektual Barat dan tradisi mistik dunia, sejalan dengan praktek yoga dan Vedanta 1) dan penelitian yang mendalam terhadap Weda-Weda. Dalam proses itu saya bersentuhan dengan berbagai aspek masyarakat Hindu yang sangat luas dan dengan para guru Hindu yang sedikit sekali dikenal oleh Barat, membuat saya memahami makin dalam dari persepsi umum dan miskonsepsi mengenai agama Hindu.
Pengalaman langsung semacam itu, yang cukup berbeda dari pada apa yang telah saya harapkan atau seperti akibat-akibat yang telah disampaikan kepada saya, merobah pandangan saya dan membawa saya pada pendirian saya sekarang. Saya harapkan cerita saya akan membantu orang-orang lain merobah pandangannya tentang agama Hindu sebagai sesuatu yang primitif kepada pemahaman akan keindahan dari tradisi spiritual yang besar ini yang mungkin paling baik menyajikan warisan spiritual kita sebagai satu ras manusia.
Saya selalu memiliki rasa mistis, sejak masa kanak-kanak. Apakah melihat ke langit dan menatap awan-awan atau melihat gunung di kejauhan yang tertutup salju, saya tahu dalam hati saya bahwa disana ada satu kesadaran yang lebih tinggi di balik dunia ini. Saya merasa ada satu misteri suci dan mengagumkan dari mana kita datang dan kemana kita akan kembali setelah persinggahan sejenak dalam planet yang aneh ini.
Saya mempunyai kesulitan mendamaikan rasa mistis ini dengan idea agama yang terkait dengan latar belakang Katolik saya. Kedua orang tua saya tumbuh di peternakan di Midwest dari Amerika Serikat (Wisconsin) dan berasal dari latar belakang Katolik yang kuat. Khususnya keluarga ibu saya sangat saleh dan merupakan pilar dari Gereja dimana mereka tinggal, mengikuti semua aturan gereja dan banyak menyumbang untuk kegiatan-kegiatan gereja. Salah seorang saudara lelakinya menjadi pastor dan seorang missionari di Amerika Selatan, dan dia sangat dihormati, melakukan tugas mulia dan memiliki kedudukan suci.
Patung Jesus yang kami lihat selama kebaktian missa tampak agak mengerikan dan kurang menyenangkan. Tidak ada orang yang ingin melihat kepadanya. Kami diberi tahu bahwa kami telah membunuh Jesus. Kami dikatakan bertanggung jawab atas kematiannya dengan dosa-dosa kita, yang sangat mengerikan di mata Tuhan. Tapi saya tidak pernah mengenal Jesus dan karena konon ia hidup dua ribu tahun lalu, bagaimana mungkin tindakan saya mempunyai suatu akibat bagi dia? Saya tidak pernah sungguh-sungguh bisa menghubungkan diri kepada patung dari seorang penyelamat yang dikorbankan yang menyelamatkan kita, kita yang tidak mampu menyelamatkan diri kita sendiri. Saya juga mulai memperhatikan bahwa kita semua memiliki kelemahan-kelemahan pribadi kita, temasuk para suster yang mengajarkan kami yang memiliki temperamen suka gusar atau marah yang nyata dan tidak banyak memiliki kesabaran. Seluruhnya bukanlah sesuatu yang telah diberikan oleh Tuhan sebagaimana kami telah diberi tahu.
Penjelasan
1). Vedanta berasal dari kata Ved yang artinya pengetahuan dan ant yang artinya akhir (Inggris end) artinya akhir dari pengetahuan, atau lebih tepatnya puncak dari pengetahuan yang telah diverifikasi atau telah dibuktikan kebenarannya, yaitu seperti yang terdapat bagian akhir dari Weda, Upanishad. Namun Vedanta dipahami sebagai puncak dari Weda-weda dalam refleksi yang teratur (dhi sebagai tradisi philsafat dan agama) yang juga terdapat dalam Bagawad Gita dan Brahma Sutra dari Badarayana (yang juga dikenal sebagai Vedanta Sutra) yang dimaksudkan untuk membuat teratur dan selaras berbagai refleksi atau pemikiran dalam Upanishad mengenai hakikat Brahman dan hubungan Brahman dengan keteraturan ciptaan, khususnya kehadiran Brahman yang berlanjut dalam ciptaan yang disebut Atman. Ketiga kitab ini menjadi dasar dari philsafat Vedanta, dan menjadi subyek komentar (bhasya) yang menghasilkan berbagai interpretasi dari Vedanta, misalnya oleh Sankara, Ramanuja, Madhva, dll.
Jadi Vedanta adalah antonim atau lawan dari keyakinan buta dan sinonim dengan pengetahuan yang berdasarkan akal yang telah diverifikasi atau dicek kebenarannya.
Bagian 2
Pada usia lima belas tahun saya mempunyai seorang guru yang istimewa yang mengajarkan di kelas mengenai sejarah kuno yang membuka mata saya mengenai dunia lama. Hal ini mengawali kegemaran saya dengan kebudayaan kuno dan akhirnya membimbing saya kepada Weda-Weda. Saya merasakan bahwa orang-orang di zaman dahulu memiliki hubungan yang lebih baik dengan alam semesta dari pada kita yang hidup di zaman modern dan bahwa hidup mereka memiliki makna yang lebih tinggi.
Pada umur enam belas tahun saya mengalami kesadaran intelektual yang sangat penting. Ia datang sebagai satu pengalaman yang sangat kuat dan secara radikal merobah pikiran dan persepsi saya. Awalnya hal ini sangat mengganggu dan mengaburkan orientasi saya. Sementara semacam ragi intelektual telah berkembang dalam diri saya untuk beberapa tahun, yang satu ini mengakibatkan satu pemutusan yang dalam dari otoritas dan cita-cita dari masa kecil saya dan sisa-sisa dari pendidikan Amerika saya. Dia berawal dari studi-studi yang meliputi pemikiran intelektual Barat dan mula-mula mengantar saya pada persentuhan dengan spiritualitas Timur. Ini menandai satu transisi penting dalam hidup saya. Sepanjang pemberontakan intelektual ini saya tidak pernah kehilangan wawasan bahwa ada satu realitas yang lebih tinggi.
Saya mengkhayalkan diri saya menjadi seorang atheis mistis (a mystical atheist) sebab sekalipun saya menolak ide-ide Bible mengenai Tuhan yang berpribadi (a personal God), saya mengakui satu kesadaran impersonal atau mahluk murni ada dibalik alam semesta ini.
Hukum karma dan proses reinkarnasi yang telah saya pelajari melalui philsafat Timur lebih masuk akal bagi saya daripada dogma-dogma Kristen. Setelah mempelajari sejumlah kitab suci dan buku-buku spiritual dari seluruh dunia, pandangan Kristen mengenai Jesus kelihatan hampir neurotik. Menjadi jelas bagi saya bahwa telah ada banyak sekali maharesi besar (great sages) sepanjang sejarah dan Jesus, betapapun besarnya, hanya salah seorang dari yang banyak dan bahwa ajaran-ajarannya bukan pula yang paling baik. Saya tidak mampu melihat apa yang begitu unik mengenai dia atau apa yang dimiliki oleh ajaran-ajarannya yang tidak ditemukan dengan lebih jelas di tempat lain. Perasaan mistis yang pernah saya miliki dalam agama Kristen sekarang sepenuhnya beralih ke Timur.
Pada awal tahun 1970 di Denver saya menemukan seorang guru lokal yang memperkenalkan saya dengan banyak ajaran-ajaran spiritual. Sementara dari penilaian sekarang ia hanya memiliki wawasan terbatas, dia telah membantu sebagai katalis untuk menghubungkan saya dengan jalan spiritual. Melalui perjumpaan dengan bebagai ajaran spiritual yang dimulainya, saya mengambil jalan yoga sebagai tujuan hidup saya yang utama. Dia membuat saya akrab dengan satu wilayah luas ajaran-ajaran mistik: Hindu, Buddha, Theosophist 2) dan Sufi. Itu meliputi segala sesuatu dari ajaran okultisme dari Alice Bailey sampai Zen, dan satu tempat penting untuk ajaran-ajaran Gurdjieff 3). Saya memahami bahwa ada satu inti dari ajaran batin di balik tradisi agama dunia, satu pendekatan esoterik di balik bentuk-bentuk exoterik 4) mereka.
Pada waktu itulah saya menemukan Upanishad, dimana saya menemukan inspirasi yang sangat besar, dan ia menjadi kitab pavorit saya. Kitab ini menuntun saya kepada berbagai kitab-kitab Vedanta lainnya. Segera saya mempelajari karya-karya Sankaracharya, yang saya baca terjemahannya dengan penuh semangat, khususnya karya-karyanya yang lebih pendek, seperti Viveka Chudamani. Dari berbagai ajaran yang telah saya sentuh Vedanta memberikan suara yang paling dalam. Saya teringat satu kali mendaki sebuah bukit di Denver dengan seorang kawan. Ketika kami sampai di puncak, saya mempunyai perasaan bahwa saya adalah mahluk abadi, bahwa Sang Diri (jiwa) dalam diri saya tidak dibatasi oleh kelahiran dan kematian dan telah hidup dalam beberapa kehidupan sebelumnya. Wawasan Vedantik ini tampak sangat alamiah, tapi teman saya tidak mengerti apa yang saya katakan.
Dengan pikiran saya yang cenderung pada philsafat saya juga mempelajari beberapa sutra Buddhist, khususnya Lankavatara, yang saya lihat secara intelektual sangat mendalam. Sutra-sutra Buddhist membantu menjembatani antara Eksistensialisme 5) yang telah saya pelajari sebelumnya dan tradisi meditasi Timur. Karena saya bertemu dengan semua ajaran-ajaran ini pada usia yang cukup muda sebelum pikiran saya terbentuk secara tetap, saya memiliki keuntungan besar dimana pendidikan Timur ini melengkapi pendidikan Barat saya.
Catatan
2). Theosofy dalam arti luas adalah doktrin mistik dari berbagai pemikir Jerman pada akhir zaman renaisans, terutama Jacob Boehme. Doktrin ini berpendapat bahwa manusia dapat mempuyai pengetahuan tentang Tuhan hanya melalui semacam perkenalan mistikal (mystical acquintance). Dalam arti sempit, thosophy - tepatnya 'Theosophical Society' - adalah satu gerakan yang dibentuk di New York oleh Madam H.P. Blavatsy dan Colonel H.S Olcott pada tahun 1875, untuk mengambil dari kebijaksanaan kuno dan dari wawasan evolusi satu kode etik bagi dunia. Pada tahun 1882, gerakan ini memindahkan kantor pusatnya ke India, dan merobah namanya menjadi Adyar Theosophical Society. Sekalipun dimaksudkan semula untuk menjadi 'ecletic' (mengambil dari berbagai sumber apa yang dirasakannya paling cocok untuk mencapai tujuannya), gerakan ini kemudian semakin banyak mengambil bahan-bahannya dari Agama Hindu. Penganjur paling penting dari gerakan ini adalah Anie Besant, yang memimpin gerakan ini setelah Blavatsky.
3) Gurdjieff, Georgy Ivanovich (1877-1949) adalah seorang penulis dan pernah menjabat Direktur dari 'Institute for the Harmonious Development of Man', di Paris. Lahir di Rusia, Gurdjieff sudah menarik banyak pengikut dari para mahasiswanya ketika ia meninggalkan Moskow (tepat sebelum Perang Dunia I) ke Asia Tengah, Timur Tengah dan Perancis. Gurdjieff menelusuri perkembangan alam semesta dari sejak awalnya sampai zaman modern. Dia berpendapat bahwa makna hidup di dunia ini khususnya hidup manusia pada intinya adalah perobahan diri sendiri melalui satu proses pembelajaran diri sendiri (self study) dan pengalaman yang akan membawa kepada pertumbuhan batin dalam bentuk perobahan qualitatif bagi kesadaran batin. Pada akhirnya mereka akan dibebaskan, menjadi jiwa abadi, yang dalam pandangan Gurdjieff merupakan tujuan semua agama.
Gurdjieff yang mencoba mensintesakan agama Kristen dengan pemikiran philsafatnya sendiri mempunyai pengaruh yang cukup penting pada pemikiran 'gerakan agama baru seperti gerakan New Age dan Rajneeshism (Osho).
4). Esoterik artinya inti atau jiwa satu agama, sedangkan exoterik bagian luar atau badan dari agama.
5). Eksistensialisme muncul di Eropa pada pertengahan abad 19. Philsafat ini mengajarkan bahwa Tuhan tidak ada, atau tidak dapat diketahui dan menjunjung individualitas dan kebebasan. Tekanan diberikan pada dunia transenden dan dunia sehari-hari melalui pengagungan kehendak, ketiadaartian dari eksistensi dan ketiadaan substratum di atas mana nilai-nilai atau kebenaran didasarkan. Eksistensialisme dipelopori oleh Kierkegaard, sebagai reaksi atas rationalisme abstrak dari philsafat Hegel. Eksistensialisme adalah philsafat atheis
Bagian 3
Studi saya mengenai tradisi Timur tidak hanya semata bersifat intelektual tapi juga meliputi percobaan dengan yoga dan praktek-praktek meditasi. Saya mulai mempraktekkan pranayama, mantra dan pelajaran meditasi secara sungguh-sungguh pada musim panas tahun 1990. Ini utamanya datang dari tradisi kriya yoga, yang saya hubungi dalam beberapa cara. Saya temukan teknik ini bekerja sangat kuat untuk menciptakan satu level energi yang sangat halus. Saya dapat merasakan prana bergerak melalui nadis, dengan beberapa pengalaman dengan chakras, dan sebuah perluasan umum dari kesadaran di luar pemahaman ruang waktu yang biasa. Praktek-praktek mantra mempunyai akibat khusus yang sangat kuat pada diri saya. Saya merasa saya sebelumnya adalah seorang yogi Hindu dalam salah satu kehidupan saya sebelumnya, sekalipun sekarang saya merasa hal itu mungkin lebih banyak berupa khayalan dalam pendekatan saya. Keuntungan lain dari pranayama adalah ia telah menghilangkan alergi yang telah saya derita sejak beberapa tahun.
Ia membersihkan dan menjernihkan sistem syaraf saya. Saya mempelajari bahwa praktek-praktek yoga dapat menyembuhkan pikiran dan badan.
Untuk sementara saya pulang balik antara wawasan Buddha dan Vedanta. Intelektualitas Buddha sangat menarik bagi saya, sementara idealisme Vedanta sangat mendesak saya. Logika Buddha mempunyai kehalusan yang jauh melampaui kata-kata dan pemahaman Buddha tentang pikiran memiliki kedalaman yang mengagumkan, membuat psikologi Barat menjadi kerdil. Tapi Vedanta memiliki pemahaman mengenai Mahluk Murni (Pure Being) dan Kesadaran yang lebih selaras dengan dorongan mistik saya yang lebih dalam. Ia merefleksikan jiwa dan aspirasinya yang abadi untuk mencapai Yang Suci yang tampak nyata bagi saya.
Saya merasakan kebutuhan mengenai satu pencipta kosmik (alam semesta) yang tidak dimiliki oleh Buddha. Bukan pula tiran monoteistik tua dengan surga dan nerakanya, tapi Ayah dan Ibu suci yang penuh kasih, seperti Siva dan Parvati dalam agama Hindu. Saya juga menemukan keberadaan Sang Diri yang lebih tinggi (Tuhan) yang merupakan kebenaran yang membuktikan dirinya sendiri. Pendekatan non-ego dari Buddhist menciptakan pemahaman sebagai penolakan atas Sang Diri (Self) yang lebih rendah atau palsu tapi saya lihat tidak ada perlunya membuang Sang Diri sama sekali sebagaimana banyak orang Buddhist melakukannya.
Di antara guru-guru spiritual yang karya-karyanya saya pelajari, yang paling penting terkait dengan pikiran dan ekspresi saya adalah Sri Aurobindo 6). Aurobindo mempunyai keluasan intelektual yang tak bisa ditandingi oleh pengarang manapun yang pernah saya baca. Seseorang dapat berenang di lapangan pemikirannya sebagai seekor ikan paus di laut luas dan tidak akan pernah menemui batas. Ia membuat para intelektual dan para mistikus Barat yang telah saya pelajari jadi kerdil. Dibandingkan dengan para guru India lainnya, ajarannya sangat jelas, modern, liberal dan puitis, tidak dinodai oleh kasta, kekuasaan atau dogma. Wawasan Aurobindo meliputi masa lalu, mengungkapkan misteri dari dunia purba yang telah lama saya cari. Tapi itu juga menunjukkan jalan ke masa depan, dengan visi seimbang dan universal tentang kemanusiaan sepanjang waktu.
Saya mempelajari sejumlah karya Aurobindo, terutama 'the Live Divine', yang mengungkapkan semua rahasia dari philsafat India dari Vedanta sampai Samkhya, Yoga dan Tantra. Dalam buku ini saya menemukan berbagai mantra Rig Weda yang ia pergunakan pada setiap memulai satu bab baru. Saya menemukan hal ini sebagai suatu yang mendalam dan misterius dan menyebabkan saya ingin mempelajari Weda lebih jauh. Dalam melihat secara teliti judul-judul buku Aurobindo, satu buku berjudul 'Hymns to the Mystic Fire' (Kidung untuk Api Mistik) yang merupakan kidung untuk Agni dari Rig Weda terasa sangat sesuai dengan visi puitis saya. Buku ini membawa saya pada buku yang lain, 'Secret of the Weda' yang secara lebih khusus menjelaskan ajaran Weda dan membuka mata saya kepada wawasan atau pandangan Weda bagi saya.
Pada saat itu saya telah menjadi seorang manusia Weda (a Vedic person), tidak hanya sekedar seorang Vedantin. Sementara menjadi seorang Vedantin adalah tingkat pertama dari perobahan batin saya, menjadi seorang Wedik adalah tingkat kedua. Dua transisi ini sangat saling tumpang tindih. Saya mengikuti Weda-Weda dalam konteks Vedanta. Tapi kemudian visi Wedik yang khusus muncul dan mendominasi wawasan Vedanta. Hal ini membawa satu wawasanVedanta yang lebih integral dan lebih luas dan satu wawasan yang terhubungkan dengan puisi dan mantra.
Kemudian pada musim panas tahun 1978 karya Weda saya, yang akan mendominasi sisa hidup saya, petama kali muncul. Saya mendapat inspirasi dari beberapa energi batin ntuk menulis satu kumpulan puisi mengenai fajar dan senja kuno yang mengarahkan saya kembali ke Weda-Weda. Saya memutuskan untuk mempelajari Weda secara mendalam dalam bahasa aslinya, Sansekerta. Saya ingin mengkonfirmasi secara langsung kebenaran pandangan Aurobindo bahwa Weda-Weda memiliki spiritualitas yang lebih dalam dan juga memiliki makna Vedantik. Saya telah mempelajari bahasa Sansekerta sepanjang tahun itu dan telah memiliki kitab Weda dan Upanishad dalam bahasa Sansekerta untuk memulainya.
Bersamaan dengan itu saya juga mempelajari astrologi Weda. Pada mulanya saya belajar astrologi di Ojai pada awal tahun 70an, dimana sebuah pusat Theosofy memiliki bahan-bahan yang bagus mengenai subyek ini. Saya juga menemukan beberapa buku bagus mengenai astrologi Weda. Saya mempraktekkan astrologi Barat selama beberapa tahun, menggunakan astrologi Weda sebagai pembanding, tapi secara perlahan pindah ke pada sistem astrologi Weda. Sejalan dengan pekerjaan saya dalam ayurweda (ilmu kesehatan menurut Weda) pada pertengahan tahun 80an saya memusatkan diri pada astrologi Weda, mengajar di kelas atau kursus mengenai hal ini, mulai dengan mahasiswa ayurweda. Dengan ayurweda dan astrologi saya menemukan pemanfaatan praktis dari pengetahuan Weda yang cocok bagi setiap orang. Kesenjangan antara pekerjaan Weda saya dan mata pencaharian kehidupan saya menjadi semakin terkait.
Saya memusatkan diri pada ayurweda dan astrologi untuk beberapa tahun dan mengesampingkan penelitian Weda saya untuk sementara di latar belakang.
Catatan
6). Aurobindo (1872-1950).Terlahir dengan nama Aurobindo Ghose di Calcutta, dia kemudian dikenal sebagai guru dan pemikir Hindu. Ayahnya sangat dipengaruhi oleh Brahmo Samaj, dan dia memberikan pendidikan Barat kepada putranya, di St Paul School dan King's College, Cambridge, Inggris. Konon ayahnya sangat bersemangat untuk menjauhkan Aurobindo dari segala sesuatu yang berbau Hindu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Atman : Jiwa Yang Kekal

Pada suatu ketika saya mendapat kabar bahwa seorang kerabat saya meninggal. Saya kaget sekali. Kerabat ini umurnya sekitar 55 tahun. Anak-anaknya memang sudah pada dewasa, karena ia kawin ketika usianya cukup muda. Saya bertanya kepada si pembawa berita : "Kenapa ia meninggal?" Si pembawa berita juga tidak tahu. Baru seminggu sebelumnya saya bertemu dengan mendiang. Ia nampaknya sehat-sehat saja. Selama ini saya tahu ia tidak mengidap suatu penyakit berat.
Maka saya lalu bergegas ke rumah duka. Seorang keponakannya menuturkan: "Pagi-pagi seperti biasanya ia jalan-jalan sebentar. Setelah jalan-jalan ia mandi lalu sarapan pagi kemudian ke kantor. Tapi tadi pagi, setelah jalan-jalan ia menyatakan tidak enak badan lalu tidur. Ketika dibangunkan untuk mandi, ternyata ia sudah tidak bernyawa. Dia sudah meninggal". Lalu kami menduga-duga, mungkin dia sakit jantung.
Demikianlah dalam setiap mendapat kabar kematian kita bertanya: "Apa sebabnya?" Jawabnya : "Karena usia tua. karena sakit, karena kecelakaan atau karena perang". Ta[i apakah yang dimaksud dengan mati? Kapankah seseorang disebut mati?.
Apakah yang disebut mati?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Apakah Agama Hindu

Bila kita ditanya: "Apakah agama saudara?" Kita pasti akan menjawab: "Saya beragama Hindu?". Bila kita ditanya lagi: "Apa buktinya saudara beragama Hindu?"  Kita bisa menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) kita yang dalam kolom agama tertulis "Hindu". Atau kita mengatakan kita lahir dari orang tua Hindu. Atau kita kawin dengan seorang laki-laki atau wanita Hindu. Atau kita melakukan ibadah Hindu. Sembahyang sesuai dengan agama Hindu.  Jawaban-jawaban di atas memang benar. Tapi belum seluruhnya. Inti pertanyaannya sebenarnya adalah: "Apakah hidup saudara mencerminkan agama yang saudara anut?. Apakah tingkah laku saudara sehari-hari merupakan perwujudan dari agama Hindu?".
Apakah Ciri-ciri Seorang Pemeluk Hindu
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, mari kita ikuti kisah nyata berikut ini:
Pada tahun1992 ada seorang imigran dari Bangladesh ditangkap di Toronto Kanada. Nama imigran tersebut sebagaimana tertera dalam paspornya adakah Khudrat Bari. Beragama Islam. Karena diduga sebagai imigran gelap, ia hendak dideportasi, atau dikembalikan kenegaranya oleh pemerintah Kanada. Tapi Khudrat Bari menolak. Ia datang ke Kanada untuk meminta suaka. Berdasarkan apa? Tanya petugas imigrasi Kanada. Karena alasan agama! Jawab Khudrat Bari.
Menurut kelajiman hukum internasional, permintaan suaka dapat dikabulkan berdasarkan alasan-alasan politik dan agama. Tapi Bangladesh adalah negara Islam. Dan Khudrat Bari beragama Islam. Tidak mungkin seorang Islam mendapat masalah agama di negaranya sendiri yang memakai Islam sebagai agama negara.
Khudrat Bari membuat pengakuan: "Sesungguhnya agama saya adalah Hindu. Dan nama saya yang sebenarnya adalah Diren Biswas!"
Petugas imigrasi Kanada tentu saja tidak percaya begitu saja. Orang dari negeri jauh yang miskin, datang ke Kanada yang kaya untuk mencari perbaikan kehidupan ekonomi. Mereka ini dapat menempuh berbagai cara, demikian pikir petugas imigrasi tersebut. Khudrat Bari atau Diren Biswas diminta membuktikan "Kehinduannya".

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

PERKENALAN

Sekedar mau memperkenalkan dirii gan .. :D

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

KISAH

orang yang sayang tapi ntah kemana sudah nggak pernah ngubungin saya lagi :(




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0